Menolak Kenaikan PPN 12%: Beban Berat bagi Masyarakat Menengah ke Bawah


Rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025 menimbulkan kekhawatiran besar, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah. Kenaikan tarif ini, meskipun bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, justru berisiko memperburuk kesenjangan sosial dan menekan daya beli masyarakat. Alih-alih menaikkan PPN, pemerintah seharusnya mempertimbangkan alternatif kebijakan seperti peningkatan Pajak Penghasilan (PPh) untuk golongan atas atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Kenaikan PPN menjadi 12% adalah kebijakan yang kurang tepat di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang masih rentan pascapandemi. Beban kenaikan ini akan dirasakan lebih berat oleh masyarakat menengah ke bawah, yang sudah menghadapi tantangan daya beli dan biaya hidup yang tinggi.

Sebagai alternatif, pemerintah dapat meningkatkan tax ratio melalui kebijakan yang lebih progresif, seperti kenaikan PPnBM dan PPh, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Selain itu, upaya serius dalam memberantas korupsi dan memberikan hukuman berat bagi pelaku korupsi akan meningkatkan penerimaan negara secara signifikan. Dengan langkah-langkah tersebut, penerimaan negara dapat meningkat tanpa mengorbankan kesejahteraan rakyat.


Dampak Kenaikan PPN bagi Masyarakat Menengah ke Bawah

1. Penurunan Daya Beli

PPN adalah pajak yang bersifat regresif, artinya semua golongan masyarakat, tanpa memandang pendapatan, dikenakan pajak yang sama atas barang dan jasa yang mereka konsumsi. Dampaknya lebih berat dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah karena:

  • Kenaikan harga barang kebutuhan pokok yang tidak sepenuhnya dikecualikan dari PPN.
  • Pengeluaran rumah tangga meningkat, sementara pendapatan tidak mengalami kenaikan yang signifikan.

2. Peningkatan Beban Hidup

Kelompok masyarakat menengah ke bawah, yang sudah terbebani dengan inflasi dan kenaikan harga barang, akan menghadapi tekanan tambahan akibat kenaikan PPN. Barang dan jasa esensial seperti transportasi, layanan kesehatan, dan energi, yang dikenakan PPN, menjadi lebih mahal.

3. Risiko Kenaikan Kemiskinan

Penurunan daya beli dapat mendorong masyarakat yang berada di ambang garis kemiskinan menjadi miskin. Pengeluaran yang meningkat tanpa disertai kenaikan pendapatan akan menurunkan kualitas hidup mereka.


Kritik terhadap Kebijakan Kenaikan PPN

1. Ketimpangan Pajak

Meningkatkan PPN justru membebani kelompok masyarakat yang lebih rentan. Sebaliknya, kelompok berpenghasilan tinggi yang mengonsumsi barang-barang mewah tidak merasakan dampak yang signifikan karena pengeluaran mereka lebih kecil dalam proporsi terhadap pendapatan.

2. Kurangnya Fokus pada Pajak Progresif

Pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan pajak yang bersifat progresif, seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), yang lebih efektif dalam mengenakan beban pajak kepada golongan berpenghasilan tinggi.

3. Efisiensi dan Transparansi Pengelolaan Pajak

Sebelum menaikkan PPN, pemerintah perlu memastikan bahwa penerimaan pajak saat ini dikelola secara efisien dan transparan. Ketidakpercayaan publik terhadap pengelolaan pajak dapat memperburuk resistensi terhadap kebijakan ini.


Solusi Alternatif untuk Meningkatkan Tax Ratio

Alih-alih menaikkan PPN, pemerintah dapat mempertimbangkan langkah berikut untuk meningkatkan penerimaan pajak tanpa membebani masyarakat menengah ke bawah:

1. Menaikkan PPnBM

Barang-barang mewah, seperti mobil premium, perhiasan, dan properti mewah, merupakan barang konsumsi yang lebih tepat dikenakan pajak tinggi. Kenaikan PPnBM akan:

  • Tidak memengaruhi daya beli masyarakat menengah ke bawah.
  • Meningkatkan kontribusi pajak dari golongan masyarakat berpenghasilan tinggi yang mampu membeli barang mewah.

2. Meningkatkan Pajak Penghasilan (PPh)

Pemerintah dapat menaikkan tarif PPh untuk kelompok berpenghasilan tinggi dan memperketat pengawasan terhadap kepatuhan pajak individu dan perusahaan besar. Langkah ini lebih adil karena mengenakan beban lebih besar kepada mereka yang memiliki kemampuan ekonomi yang lebih tinggi.

3. Meningkatkan Daya Beli Masyarakat

Dengan memperkuat daya beli masyarakat, penerimaan pajak dari PPN secara alami akan meningkat tanpa perlu menaikkan tarif. Langkah yang dapat dilakukan meliputi:

  • Meningkatkan upah minimum secara wajar.
  • Memberikan subsidi yang lebih efektif untuk barang kebutuhan pokok.
  • Menciptakan lapangan kerja baru melalui investasi infrastruktur dan digitalisasi.

4. Meningkatkan Kepatuhan Pajak

Potensi penerimaan pajak dapat ditingkatkan dengan mengurangi praktik penghindaran pajak dan memperbaiki sistem pengawasan. Penerapan teknologi digital, seperti e-invoice dan big data, dapat membantu memantau transaksi ekonomi secara lebih efektif.

5. Memberantas Korupsi dan Memberikan Hukuman Berat bagi Koruptor

Korupsi adalah salah satu faktor utama yang mengurangi efektivitas penerimaan pajak dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu:

  • Memperkuat lembaga antikorupsi dan memperketat pengawasan terhadap pengelolaan pajak.
  • Memberikan hukuman berat kepada pelaku korupsi sebagai bentuk penegakan hukum dan efek jera.
  • Meningkatkan transparansi penggunaan pajak melalui laporan publik yang dapat diakses masyarakat.

Dengan memberantas korupsi, penerimaan pajak dapat meningkat signifikan karena dana yang seharusnya masuk ke kas negara tidak bocor akibat praktik koruptif. Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan pulih, sehingga kepatuhan pajak dapat meningkat.


Kebijakan Progresif sebagai Alternatif

Daripada membebani semua lapisan masyarakat dengan kenaikan PPN, pemerintah harus lebih fokus pada pajak progresif yang berbasis pada kemampuan ekonomi individu atau kelompok. Hal ini akan memastikan bahwa beban pajak lebih adil dan tidak memperburuk kesenjangan sosial.

Beberapa kebijakan progresif yang dapat diterapkan meliputi:

  • Peningkatan tarif PPh untuk kelompok berpenghasilan tinggi.
  • Pengenaan pajak tambahan pada perusahaan yang meraup keuntungan besar selama pandemi.
  • Pajak karbon untuk mendorong transisi ke energi terbarukan.


LihatTutupKomentar