Heboh Kasus Uang Palsu di UIN Makassar: Kepala Perpustakaan Jadi Tersangka!
Awal Mula Kasus
Kasus uang palsu di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar bikin geger! Siapa sangka, kampus yang seharusnya jadi tempat menimba ilmu justru jadi lokasi pabrik uang palsu. Kasus ini terbongkar setelah polisi melakukan penggerebekan di kampus tersebut. Yang bikin lebih heboh, salah satu tersangka utamanya adalah Andi Ibrahim, Kepala Perpustakaan UIN Makassar. Gokil nggak tuh?
Kasus uang palsu di UIN Makassar bukan cuma heboh, tapi juga jadi tamparan keras buat dunia pendidikan. Kejadian ini bikin kita sadar bahwa penting banget punya pengawasan ketat dan integritas tinggi, terutama di tempat yang jadi pusat pembelajaran.
Bagaimana Modusnya?
Sindikat ini ternyata sudah beroperasi sejak 2010. Mereka memproduksi uang palsu dengan mesin cetak yang disembunyikan di gedung perpustakaan kampus. Nggak main-main, polisi menyita barang bukti berupa:
- Uang palsu senilai Rp 446,7 juta dalam pecahan Rp 100 ribu.
- Mesin cetak uang palsu.
- Alat potong kertas yang dipakai untuk memproduksi uang tersebut.
Uangnya terlihat cukup mirip dengan uang asli, tapi tentu saja nggak punya ciri keamanan seperti yang dimiliki uang resmi dari Bank Indonesia.
Siapa Saja yang Terlibat?
Polisi menangkap total 17 tersangka, termasuk:
- Dua pegawai bank BUMN.
- Seorang guru PNS.
- Dan tentunya, Andi Ibrahim sebagai dalang utamanya.
Namun, kabarnya ada beberapa pelaku lain yang masih buron. Para tersangka ini bakal dijerat dengan Pasal 36 dan Pasal 37 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dengan ancaman pidana hingga 10 tahun penjara. Serem banget, kan?
Tanggapan Kampus dan Pemerintah
Kampus UIN Makassar langsung bertindak tegas dengan menonaktifkan Andi Ibrahim dari jabatannya. Rektor UIN juga menyatakan bakal bekerja sama penuh dengan polisi untuk mengungkap kasus ini sampai tuntas.
Menteri Agama, Nasaruddin Umar, ikut buka suara. Menurut beliau, kasus ini nggak cuma mencoreng nama baik kampus, tapi juga dunia pendidikan secara keseluruhan. Menag bahkan meminta agar para pelaku dihukum seberat-beratnya. “Ini perbuatan yang tidak bisa ditoleransi,” katanya.
Kasus ini jadi bukti bahwa kejahatan bisa terjadi di mana saja, bahkan di tempat yang nggak disangka-sangka seperti kampus. Selain itu, kasus ini mengungkap kelemahan pengawasan internal di institusi pendidikan. Buat kita semua, ini jadi peringatan penting untuk lebih menjaga integritas dan waspada terhadap hal-hal mencurigakan di sekitar kita.
Semoga kasus ini cepat selesai, para pelakunya dihukum setimpal, dan nggak ada lagi kejadian serupa di masa depan!