Enzim : Komponen, Sifat, Faktor yang Mempengaruhi dan Mekanisme Kerja Enzim
Enzim adalah protein katalitik yang berfungsi sebagai biokatalisator organik yang dihasilkan organisme hidup di dalam protoplasma.
Enzim terdiri atas protein atau suatu senyawa yang berikatan dengan protein. Fungsi utama enzim adalah menurunkan energi aktivasi (energi yang diperlukan untuk reaksi); mempercepat laju reaksi, dan menguraikan atau membuat makromolekul sel.
1. Komponen Enzim
Secara kimia enzim terdiri atas dua bagian (enzim lengkap/holoenzim), yaitu bagian protein (apoenzim) dan bagian bukan protein (gugus prostetik) yang dihasilkan dalam sel makhluk hidup. Jika gugus prostetiknya berasal dari senyawa organik kompleks (misalnya, NADH, FADH, koenzim A dan vitamin B) disebut koenzim, dan apabila berasal dari senyawa anorganik (seperti: besi, seng, tembaga) disebut kofaktor. Enzim disintesis dalam bentuk calon enzim yang tidak aktif, kemudian diaktifkan di lingkungan pada kondisi yang tepat. Misalnya, tripsinogen yang disintesis dalam pankreas, diaktifkan dengan memecah salah satu peptidanya untuk membentuk enzim tripsin yang aktif. Bentuk enzim yang tidak aktif ini disebut zimogen.
2. Sifat‐sifat Enzim
Enzim memiliki sifat khusus, yaitu hanya dapat mengkatalisis suatu reaksi tertentu. Sebagai contoh enzim lipase hanya dapat mengkatalisis reaksi perubahan dari lemak menjadi gliserol dan asam lemak. Secara umum, sifat‐sifat enzim adalah:
- Bekerja spesifik
- Berfungsi sebagai katalis, mempercepat reaksi
- Diperlukan dalam jumlah sedikit
- Bekerja secara bolak‐balik
- Dipengaruhi faktor lingkungan, dapat terdenaturasi oleh suhu tinggi
3. Faktor‐faktor yang mempengaruhi kerja enzim
Faktor‐faktor yang memengaruhi enzim dan aktivitas enzim adalah sebagai berikut :
a. Temperatur atau suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan penting dalam aktivitas enzim. Sampai pada suatu titik, kecepatan suatu reaksi enzimatik meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu, sebagian disebabkan karena substrat akan bertubrukan dengan tempat aktif lebih sering ketika molekul itu bergerak lebih cepat. Namun demikian, di luar suhu itu, kecepatan reaksi enzimatik akan menurun drastis.
Setiap enzim memiliki suatu suhu optimal di mana laju reaksinya berjalan paling cepat. Suhu ini memungkinkan terjadinya tubrukan molekular yang paling banyak tanpa mendenaturasi enzim itu. Sebagian besar enzim manusia memiliki suhu optimal sekitar 35 º C – 40 º C (mendekati suhu tubuh manusia). Bakteri yang hidup dalam sumber air panas mengandung enzim dengan suhu optimal 70º C atau lebih.
b. pH
Enzim juga memiliki nilai pH optimal untuk bekerja paling aktif. Nilai pH optimal untuk sebagian besar enzim adalah 6 sampai 8, akan tetapi terdapat beberapa pengecualian. Misalnya pepsin, enzim pencernaan dalam lambung, bekerja paling baik pada pH 2.
c. Konsentrasi substrat dan enzim
Substrat adalah zat yang diubah menjadi sesuatu yang baru. Umumnya, terdapat hubungan yang sebanding antara substrat dengan hasil akhir apabila konsentrasi enzim tetap, pH konstan, dan temperatur konstan. Jadi, apabila substrat yang tersedia dua kali lipat, maka hasil akhir juga dua kali lipat.
d. Aktivator dan Inhibitor
Air dapat berperan sebagai aktivator (memulai kegiatan enzim). Contoh pada waktu biji dalam keadaan kering kegiatan enzim tidak aktif. Jika air tersedia (pada proses pembibitan), melalui imbibisi biji akan mulai berkecambah.
Inhibitor (zat‐zat penghambat) adalah zat‐zat kimia yang menghambat aktivitas kerja enzim. Contoh: garam‐garam dari logam berat, seperti raksa. Beberapa inhibitor menyerupai molekul substratnya yang normal dan bersaing untuk dapat menempati tempat aktif enzim. Senyawa yang mirip seperti ini disebut inhibitor kompetitif, mengurangi produktivitas enzim dengan cara mencegah substrat memasuki sisi aktif enzim. Inhibitor nonkompetitif tidak secara langsung bersaing dengan substrat pada tempat aktif. Sebaliknya, inhibitor ini menghambat reaksi enzimatis dengan cara berikatan dengan sisi lain dari enzim tersebut.
4. Mekanisme kerja enzim
Terdapat 2 teori enzim, yaitu teori Lock and Key (Gembok dan anak kunci) dan Teori Induced Fit (Kecocokan Terinduksi). Pada teori Lock and Key (Gambar 5.1a), enzim diibaratkan sebagai gembok, yang memiliki bentuk yang tetap, sedangkan substrat sebagai anak kunci, yang dapat bersesuaian secara tepat dengan sisi aktif pada enzim. Sementara itu, pada Teori Induced Fit (Gambar 5.1b), enzim digambarkan sebagai suatu permukaan yang tidak kaku. Sisi aktif enzim dapat bersesuaian dengan substrat yang menempel pada enzim, meskipun bentuknya tidak benar‐benar sama.