Teori Biogenesis - Teori Asal Usul Kehidupan

Teori Biogenesis dimotori oleh tiga ilmuwan, yaitu Francesco Redi (Italia, 1626 – 1697 M), Lazzaro Spallanzani (Italia, 1729 – 1799 M), dan Louis Past

Teori Biogenesis dimotori oleh tiga ilmuwan, yaitu Francesco Redi (Italia, 1626 – 1697 M), Lazzaro Spallanzani (Italia, 1729 – 1799 M), dan Louis Pasteur (Prancis, 1822 – 1895 M). Masing‐masing peneliti ini melakukan percobaan yang dimaksudkan untuk menyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari makhluk hidup juga.

Francesco Redi melakukan percobaan dengan menggunakan tiga seri stoples yang masing‐masing diisi dengan sepotong daging (Gambar 3.1). Stoples a dibiarkan terbuka, stoples b ditutup rapat, dan stoples c ditutup dengan menggunakan kain kasa. setelah beberapa hari disimpan, stoples a dipenuhi belatung, stoples b bersih, sedangkan stoples c ada beberapa belatung pada tutupnya.  

Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Redi menyimpulkan bahwa larva atau belatung yang terdapat dalam daging busuk di stoples a dan c bukan terbentuk dari daging yang membusuk, tetapi berasal dari telur lalat yang tertinggal pada daging ketika lalat tersebut hinggap di sana. Hal ini akan lebih jelas lagi, apabila melihat keadaan pada stoples c, yang tertutup kain kasa. Pada kain kasa penutupnya ditemukan lebih banyak belatung, tetapi pada dagingnya yang membusuk belatung relatif sedikit. 

Percobaan Redi belum sepenuhnya meyakinkan publik. Penelitian tersebut selanjutnya disempurnakan oleh Lazzaro Spallanzani. Sebagai bahan percobaannya, Spallanzani menggunakan air kaldu yang diperoleh dari air rebusan daging. Air kaldu tersebut dimasukkan dalam 2 seri labu.  

Percobaan yang dilakukan Spallanzani adalah sebagai berikut: Labu I diisi dengan air kaldu, kemudian dipanaskan pada 15°C selama beberapa menit dan dibiarkan tetap terbuka. Labu II diisi air kaldu dan ditutup rapat dengan sumbat gabus. Pada daerah pertemuan antara gabus dengan mulut labu diolesi parafin cair agar rapat benar. Selanjutnya, labu dipanaskan. Setelah dingin kedua labu diletakkan pada tempat terbuka yang bebas dari gangguan. Pengamatan dilakukan beberapa hari kemudian. Ilustrasi percobaan Spallanzani disajikan pada Gambar 3.2 

Hasil percobaan Spallanzani menunjukkan bahwa pada labu I air kaldu mengalami perubahan, yaitu airnya menjadi semakin keruh dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Setelah diteliti ternyata air kaldu pada labu I banyak mengandung mikroorganisme. Pada Labu II, air kaldu tidak mengalami perubahan, warnanya tetap seperti semula, dengan bau yang juga sama, dan tidak mengandung mikroorganisme. Tetapi, apabila labu II juga dibuka dan didiamkan beberapa hari, ternyata terjadi hal yang sama dengan Labu I. Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Spallanzani menyimpulkan bahwa mikroba yang ada di dalam kaldu tersebut bukan berasal dari air kaldu (benda mati), tetapi berasal dari kehidupan di udara. Jadi, adanya pembusukan karena telah terjadi kontaminasi mikroba dari udara ke dalam air kaldu tersebut. 

Para ilmuwan masih belum yakin benar dengan penemuan Spallanzani. Pada Labu II tidak mungkin ada kehidupan karena tidak ada udara bebas. Maka, percobaan tersebut kembali disempurnakan oleh Louis Pasteur. Dalam percobaannya Pasteur menggunakan labu leher angsa (Gambar 3.3).  Labu diisi air kaldu, kemudian ditutup rapat dengan sumbat gabus.  Celah antara sumbat gabus dengan mulut labu diolesi dengan parafin cair. Setelah itu pada sumbat gabus tersebut dipasang pipa kaca berbentuk leher angsa. Selanjutnya labu disterilkan dengan pemanasan, didinginkan, dan diletakkan di tempat yang aman. Penggunaan pipa leher angsa dimaksudkan agar terdapat udara steril yang tetap dapat masuk ke dalam labu, sehingga labu bukan merupakan ruang yang hampa udara meskipun tertutup rapat.

Beberapa hari kemudian dilakukan pengamatan air kaldu dalam labu tersebut. Ternyata air kaldu tersebut tetap jernih dan tidak mengandung mikroorganisme. Bagian leher angsa kemudian dipatahkan dan labu disimpan kembali untuk beberapa hari. Ternyata air kaldu di dalam labu menjadi busuk dan banyak mengandung mikroorganisme. 

Proses pemanasan pada perangkat percobaan Pasteur menyebabkan seluruh mikroorganisme yang terdapat dalam air kaldu akan mati. Di samping itu, akibat lain dari pemanasan adalah terbentuknya uap air pada pipa kaca berbentuk leher angsa. Apabila perangkat percobaan tersebut didinginkan, maka air pada pipa akan mengembun dan menutup lubang pipa tepat pada bagian yang berlekuk menyerupai leher. Hal ini akan menyebabkan terhambatnya mikroorganisme di udara untuk masuk ke dalam labu. Inilah yang menyebabkan air kaldu tetap jernih. 

Sebelum proses pemanasan, udara bebas tetap dapat berhubungan dengan ruangan dalam labu. Mikroorganisme yang masuk bersama udara akan mati pada saat pemanasan air kaldu. Setelah pipa leher angsa dipatahkan, air kaldu itu akan bersentuhan dengan udara bebas dan menyebabkan kontaminasi mikroorganisme. Sehingga setelah labu dibiarkan beberapa waktu, air kaldu menjadi keruh, karena adanya pembusukan oleh mikrooranisme tersebut. 

Percobaan Pasteur inilah yang akhirnya dapat diterima oleh para ilmuwan, yang sekaligus menumbangkan Teori Abiogenesis. Kesimpulan Pasteur yang terkenal, yaitu: 

Omne vivum ex ovo = setiap kehidupan berasal dari telur

Omne ovum ex vivo = setiap telur berasal dari kehidupan, dan 

Omne vivum ex vivo = setiap kehidupan berasal dari kehidupan sebelumnya. 

Walaupun Pasteur dengan percobaannya telah berhasil menumbangkan paham Abiogenesis atau generation spontanea dan sekaligus mengukuhkan paham Biogenesis, belum berarti menjawab pertanyaan tentang bagaimana terbentuknya makhluk hidup pertama kali. 

Kapan, di mana, dan bagaimana caranya kehidupan di bumi ini berawal? Adalah teka‐teki yang harus dipecahkan oleh para ilmuwan. Berbagai teori asal‐usul kehidupan telah digagas oleh para pakar tetapi belum ada satu pun teori yang diterima secara memuaskan oleh semua pihak. 


LihatTutupKomentar